Jakarta (21/04) - Rosmiati, Direktur LBH Apik Makassar, menyampaikan bahwa sebagian besar OBH di Indonesia hanya menjangkau masyarakat miskin yang ada di perkotaan. Padahal menurut data LBH Apik Makassar, persoalan hukum justru banyak terjadi di pedesaan.
Persoalan yang mendasar adalah terbatasnya anggaran layanan bantuan hukum dari pemerintah. Dengan anggaran terbatas, hanya sedikit masyarakat yang dapat menerima bantuan hukum. Sehingga, OBH hanya melayani masyarakat yang ada di sekitar domisili OBH. Data yang ada menunjukkan bahwa OBH yang sudah terakreditasi sebagian besar berkantor di perkotaan. “Dengan anggaran yang terbatas, sudah tentu OBH tidak punya biaya transportasi untuk menjangkau masyarakat di pelosok desa,” jelas Rosmiati.
Persoalan ini diperparah dengan minimnya akses informasi masyarakat desa pada layanan bantuan hukum. Hasil survei layanan bantuan hukum yang dilakukan Balitbangkumham menunjukkan bahwa dari seluruh indikator penilaian, indeks informasi memiliki skor terendah yaitu 3,51. Peneliti Balitbangkumham Oki Wahyu, mengatakan bahwa peningkatan sosialisasi layanan bantuan hukum perlu dilakukan untuk memperluas jangkauan OBH.
Pernyataan Oki disampaikan dalam Obrolan Peneliti (OPini) dengan Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Selatan hari ini. Selain Oki dan Rosmiati, hadir pula Staf Ahli Menkumham, Dhahana Putra yang sekaligus membuka OPini. Dalam sambutan pembuka, Dhahana Putra mengatakan bahwa ke depan sasaran bantuan hukum bisa diperluas. Kelompok rentan yang dimaksud seharusnya tidak hanya mencakup masyarakat miskin, tapi juga masyarakat di pelosok, perempuan, anak dan kelompok difabel.
Diskusi OPini juga melibatkan Guru Besar dari Universitas Hasanudin yaitu Prof. Said Karim. OPini yang disiarkan lewat zoom, youtube dan facebook ini diikuti lebih dari 700 peserta daring.
Komentar (0)