Jakarta (19/9) – Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM mengadakan diskusi publik tentang anak di lingkaran aktivitas pariwisata. Pada dasarnya aktivitas kepariwisataan dan masyarakat saling berhubungan erat, masyarakat lokal melibatkan anak-anak dalam aktivitas pariwisata untuk menjaga nilai tradisi, merawat kebudayaan dan menyediakan wahana aktualisasi diri anak. Namun adanya perbedaan anggapan mengenai isu pekerja anak yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik industri pariwisata di berbagai negara.
 
Di negara Indonesia sendiri masih terjadi tumpang tindih dalam penanganan kasus HAM anak, sehingga penyelesaiannya masih bersifat parsial. Direktorat Hak Asasi Manusia bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melaksanakan kerjasama mengenai Hak anak, khususnya dalam kerja anak pariwisata. “Banyak anak yang bekerja disektor pariwisata, seperti dipantai menjual gelang atau ditempat karaoke sehingga banyaknya eksploitasi anak di sektor pariwisata,” ujar Sabrina Nadilla, Analis Perlindungan Hak-Hak Sipil dan HAM.
 
Ketika anak dibawah umur ingin bekerja terdapat beberapa syarat-syarat seperti menerima upah sesuai dengan gaji, bekerja tidak melebihi 3 jam sehingga tidak menganggu sekolah, dan perjanjian pekerjaan jelas antara kedua belah pihak, sehingga tidak terjadi eksploitasi dalam pekerjaan anak.
 
Penyebab anak dibawah umur memilih untuk bekerja karena putus sekolah, rumah tangga sangat miskin, menyebabkan anak-anak dibawah umur memutuskan untuk tidak malanjutkan Pendidikannya dan lebih memilih bekerja untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. “Banyak anak yang memilih untuk bekerja karena ingin membiayai orang tuanya, ketika anak mendapatkan upah, anak akan lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan pendidikannya,” ujar Syafril Mallombasang, Analis Kebijakan Muda.(*Humas)
 
 


Komentar (0)