Penulis : Haryono (Analis Kebijakan) dan Tomy Erwanto, S,H(Analis Hukum )

 

Kegiatan intelijen merupakan salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan pemasyarakatan. Dalam pasal 81 Undang-undang Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan telah mengatur dukungan kegiatan intelijen pada penyelenggaraan pengamanan dan pengamatan. Kegiatan intelijen dilakukan untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan memberi peringatan dini terhadap ancaman keamanan di lingkungan pemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan. Kondisi overcrowdedLapas dan Rutan rawan terjadi gesekan dan permasalahan yang melibatkan oknum Petugas, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), dan sebagian masyarakat. Sejak tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 33 tahun 2015 tentang pengamanan pada Lapas dan Rutan, kegiatan intelijen menjadi bagian dari pencegahan gangguan keamanan di lingkungan pemasyarakaan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sudah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Tahun 2016 Tentang Standar Intelijen Pemasyarakatan, Surat Edaran Direktur Keamanan dan Ketertiban tentang Pembentukan Unit Intelijen Pemasyarakatan di Wilayah dan UPT, hingga Pendidikan dan pelatihan intelijen bagi petugas pemasyarakatan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan intelijen di lapangan. Namun kebijakan tersebut belum cukup mendorong pelaksanaan kegiatan intelijen pemasyarakatan optimal. Pada tataran pelaksana dilapangan, terdapat kebingungan mengenai bagaimana intelijen pemasyarakatan dilakukan, wewenang dan kegiatan intelijen hingga rantai komando penyaluran laporan intelijen pemasyarakatan. Selain itu kasus-kasus yang menimbulkan gangguan kamtib di Lapas dan Rutan, seperti masuknya barang terlarang seperti narkoba dan miras, kasus bunuh diri, perkelahian mematikan, kerusuhan hingga kebakaran juga masih terjadi.

 

Dalam kebijakan yang berlaku saat ini, belum mengatur bagaimana intelijen pemasyarakatan bekerja dari kerangka hukum, kelembagaan, kewenangan dan kompetensi SDM. Dalam UU Pemasyarakatan, kegiatan intelijen pemasyarakatan tidak hanya dalam mendukung kegiatan pencegahan, melainkan juga penindakan dan pemulihan gangguan keamanan dan ketertiban tidak di rutan dan lapas, juga termasuk LPAS dan LPKA.Perubahan substansi dalam UU Pemasyarakatan mengakibatkan perubahan peraturan pelaksana yang ada saat ini. Intelijen pemasyarakatan yang merupakan materi muatan baru UU belum diatur secara jelas sehingga membutuhkan pembentukan peraturan baru. Selain itu, dalam ketentuan yang menjadi acuan pelaksanaan intelijen terdapat perbedaan pendefinisian istilah intelijen pemasyarakatan.

Kewenangan pelaksana intelijen pemasyarakatan belum dirumuskan dengan baik mulai dari tingkat pusat hingga UPT. Pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 33 tahun 2015 tentang pengamanan pada Lapas dan Rutan hanya mengatur kegiatan intelijen sebagai bagian dari pencegahan gangguan keamanan yang meliputi kegiatan pengumpulan, pengelolaan dan pertukaran informasi. Sedangkan Standar Intelijen Pemasyarakatan mengatur mengenai: 1) kebutuhan SDM, sarana dan prasarana, 2) sistem, mekanisme dan prosedur, 3) jangka waktu penyelesaian intelijen, 4) kebutuhan biaya pelaksanaan, dan 5) instrumen penilaian kinerja.

Secara kelembagaan, pelaksanaan kegiatan intelijen dilakukan oleh Direktorat Keamanan dan Ketertiban. Pelaksanaan intelijen di tingkat wilayah dan UPT dilaksanakan oleh tim Unit Intelijen Pemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan surat edaran Direktur Keamanan dan Ketertiban. Tugas dan fungsi intelijen belum diatur dengan jelas pada struktur organisasi dan tata kerja kantor wilayah dan UPT Pemasyarakatan sehingga menghambat koordinasi pelaksanaan dan pelaporan intelijen pemasyarakatan. Pelaksanaan intelijen yang optimal membutuhkan petugas yang profesional yang mampu melakukan penyelidikan, pengaman dan penggalangan. Dalam prakteknya, pegawai yang ditunjuk menjadi anggota tim UIP belum semua mengikuti pelatihan sehingga memiliki pengetahuan dan pemahaman yang beragam dan terbatas. Pemahaman dan pengetahuan yang tidak sama terhadap kebijakan dan regulasi intelijen pemasyarakatan dapat menimbulkan pelaksanaan kegiatan intelijen pemasyarakatan belum seragam antar UPT Pemasyarakatan. Adanya tren dan kebutuhan pembentukan jabatan fungsional tertentu (JFT) baru di lingkungan pemasyarakatan dapat berpengaruh terhadap kebijakan intelijen pemasyarakatan. Jabatan Fungsional Pembina Keamanan Pemasyarakatan dan Pengamanan Pemasyarakatan salah satu tugasnya melaksanakan kegiatan intelijen. Apabila JFT ini terbentuk pelaksanaan intelijen yang selama ini dilakukan akan dilakukan oleh petugas profesional. Agar pelaksanaan kegiatan intelijen pemasyarakatan yang lebih optimal tentunya membutuhkan suatu ketentuan yang dapat menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan tugas di lapangan mengenai tugas, fungsi, kewenangan serta metode penyelenggaraan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan organisasi

Ada beberapa alternatif rekomendasi kebijakan sebagai solusi yang dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk meningkatkan kinerja intelijen pemasyarakatan dalam melakukan detensi dini potensi gangguan keamanan dan ketertiban seperti :

1)      Menyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Intelijen Pemasyarakatan dengan substansi materi muatan meliputi: Kewenangan dan Tujuan Intelijen Pemasyarakatan; Administrasi Penyelenggaraan Intelijen Pemasyarakatan; Fungsi dan Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan; Pengguna dan Produk Intelijen Pemasyarakatan; Dukungan Intelijen Pemasyarakatan; dan Kerjasama/Kegiatan Antar Lembaga;

2)      Menambahkan fungsi Intelijen Pemasyarakatan pada struktur organisasi Kanwil dan UPT Pemasyarakatan sehingga membentuk Jaringan Intelijen Pemasyarakatan dengan mengubah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.04-PR.07.03 tahun 1985;

3)      Pengaturan Substansi Pencegahan Penyalahgunaan Wewenang petugas intelijen pemasyarakatan terhadap Demokrasi, Hukum dan HAM;

4)      Mempercepat Pembentukan Jabatan Fungsional Tertentu Pembina Keamanan Pemasyarakatan (PKP) dan Pengamanan Pemasyarakatan yang salah satu tugasnya melaksanakan kegiatan intelijen;

5)      Pemenuhan Sarana dan Prasarana serta Anggaran Khusus Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan.

 

Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat meyimpulkan untuk meningkatkan kinerja intelijen pemasyarakatan lebih optimal maka perlu alternatif kebijakan prioritas utama kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk melakukan penyusunan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Intelijen Pemasyarakatan dengan substansi materi muatan meliputi: Kewenangan dan Tujuan Intelijen Pemasyarakatan; Administrasi Penyelenggaraan Intelijen Pemasyarakatan; Fungsi dan Kegiatan Intelijen Pemasyarakatan; Pengguna dan Produk Intelijen Pemasyarakatan; Dukungan Intelijen Pemasyarakatan; dan Kerjasama/Kegiatan Antar Lembaga serta substansi pencegahan penyalahgunaan wewenang petugas intelijen pemasyarakatan.


Komentar (0)