Penulis : Tomy Erwanto, S,H
(Analis Hukum Pertama Pada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM)
Hasil Penelitian Balitbangkumham merekomendasikan pemerintah serta DPR RI agar secepatnya mengesahkan penetapan RUU Perlindungan Data Pribadi. Hal ini penting untuk mencegah para operator Financial Technology (Fintech) baik ilegal maupun legal untuk melakukan penyebaran data konsumen secara luas. Penelitian ini juga menyebutkan perlunya keberadaan lembaga pengawas independen untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran hak atas data pribadi pengguna layanan pinjaman online.
Kehadiran pinjaman online sebagai salah satu bentuk fintech merupakan imbas dari kemajuan teknologi dan banyak pinjaman dengan syarat dan ketentuan lebih mudah dan fleksibel dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial seperti bank. Selain itu juga pinjaman online dianggap cocok dengan pasar di Indonesia karena meskipun masyarakat belum memiliki akses keuangan, namun banyak masyarakat yang sudah memiliki akses internet dan handphone yang merupakan media penting untuk mengakses pinjaman online. Saat ini sudah banyak perusahaan pinjaman online yang ada di Indonesia baik yang legal maupun ilegal, hal tersebut menjadikan masyarakat semakin tergiur dengan program yang ditawarkan walaupun bunga pinjaman online tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bank. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi pengguna layanan pinjaman online tersebut, terutama saat penagihan pembayaran.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi yang mengatakan bahwa permasalahan paling tinggi dalam pinjaman online yang dilaporkan konsumen adalah cara penagihan, yakni mencapai 39,5 persen. Kemudian, pengalihan kontak 14,5 persen, permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen. Administrasi 11,4 persen dan penagihan pihak ke-3. Selain itu juga permasalahan pinjaman online setelah penagihan dengan teror adalah pengalihan kontak. Lender dapat membaca semua transaksi HP dan Foto. “Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, sehingga perlindungan data pribadi masih rendah, sehingga pelaku usaha bisa seenaknya saja. Begitupula dengan yang legal juga bermain dua kaki,” jelas Tulus.
Permasalahan jasa keuangan berbasis online tersebut ternyata tidak hanya diindikasikan melakukan pelanggaran hukum saja, melainkan juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia, terutama pada Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) yaitu Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya dan Pasal 30, yang menyatakan Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, Tim Peneliti Balitbangkumham menyarankan perlunya lembaga pengawas perlindungan data pribadi atau Otoritas Proteksi Data yang bertugas untuk memastikan segala prinsip-prinsip perlindungan data pribadi dapat dipenuhi.
Selain itu perlu adanya regulasi yang mengatur perlindungan data pribadi, maka pemerintah harus secepatnya mengesahkan Rancangan Undang- Undang Perlindungan Data Pribadi termasuk didalamnya adanya Lembaga Pengawas independen yang bertugas mengawasi aspek perlindungan data pribadi dalam setiap transaksi keuangan elektronik yang berlangsung di masyarakat. Perlindungan yang memadai atas privasi menyangkut data pribadi akan mampu memberikan kepercayaan masyarakat untuk menyediakan data pribadi pada berbagai kepentingan masyarakat yang lebih besar tanpa disalahgunakan atau melanggar hak-hak pribadinya. Dengan demikian, peraturan ini akan menciptakan keseimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat yang diwakili. (Penulis Tomy Erwanto SH)
https://www.beritasatu.com/opini/7901/perlindungan-data-pribadi-di-tengah-maraknya-pinjaman-online