PUSLITBANG HAM BAHAS BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MARGINAL
Jakarta (01/08), akses bantuan hukum bagi masyarakat marginal pada proses penyidikan di kepolisian masih minim. Salah satunya diakibatkan karena tidak adanya jaring koordinasi antar lembaga penegak hukum. Argumen ini disampaikan dalam laporan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan HAM (Puslitbang HAM) Balitbang Hukum dan HAM.
Jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum telah diatur dalam Pasal 18 UU no 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU no 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menurut peraturan perundangan tersebut, negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi orang miskin. Namun, minimnya koordinasi membuat masih banyak kelompok marginal yang tidak mendapatkan bantuan hukum. Menurut peneliti Puslitbang HAM, Deni Zaenudin, anggaran bantuan hukum masih dikelola oleh beberapa instansi secara terpisah, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Adanya program bantuan hukum yang berbeda mempersulit integrasi dan optimalisasi program.
Semestinya, menurut Deni, semua program dan anggaran pelaksanaan bantuan hukum yang bersumber dari keuangan negara dilaksanakan melalui satu pintu. “BPHN sebagai badan yang menaungi semua lembaga bantuan hukum dapat menjadi koordinatornya,” tutur Deni.
Selain masalah anggaran dan kelembagaan, pemberian bantuan hukum masih terkendala faktor regulasi dimana terdapat pertentangan antara UU no 18 tahun 2003 dengan UU no 16 tahun 2011. Adanya kendala ini menambah risiko kesewang-wenangan dalam proses hukum di tahap penyidikan.
Kepala Balitbang Hukum dan HAM, Prof. R. Benny Riyanto, berharap riset ini dapat dimanfaatkan sebagai landasan kebijakan pemerintah dalam menyediakan perlindungan hukum bagi masyarakat marginal. “Secara khusus, saya harap riset ini dapat dijadikan pertimbangan bagi BPHN dalam mengelola lembaga bantuan hukum,” terang Benny.
Laporan riset mengenai bantuan hukum di tahap penyidikan turut ditanggapi oleh Prof. Topo Santoso, SH, MH, PhD, sebagai narasumber. Hadir pula perwakilan dari Ombudsman RI dan LBH Jakarta. (*Nes)